Bagi banyak orang di luar Jepang, hal pertama yang membuat penasaran saat menonton JAV (Japanese Adult Video) adalah satu hal: sensor mosaik.
Kenapa sih video dewasa dari Jepang selalu disensor, padahal di negara lain tidak?
Artikel ini akan membahas alasan hukum, sejarah, hingga bagaimana sensor itu dilakukan secara teknis.
JAV adalah industri film dewasa asal Jepang yang sudah berkembang sejak tahun 1980-an.
Kontennya dikenal dengan produksi profesional, tema yang bervariasi, dan—yang paling khas—adanya sensor mosaik pada bagian tertentu dari tubuh pemain.
Sensor pada JAV bukan tanpa alasan. Jepang memiliki hukum yang ketat mengenai penyebaran konten cabul.
Artinya, menampilkan organ genital secara jelas dalam media publik dianggap melanggar hukum.
Versi resmi biasanya menggunakan mosaik pada area genital.
Sedangkan versi tanpa sensor (uncensored) sering kali berasal dari kebocoran data, rilis luar negeri, atau situs ilegal yang tidak memiliki izin resmi.
Di Jepang, menampilkan bagian tubuh yang dianggap cabul dilarang berdasarkan Pasal 175 KUHP Jepang.
Pasal ini sudah berlaku sejak lama untuk menjaga moral publik dan citra sosial negara.
Contoh: Film non-dewasa Jepang di bioskop pun akan disensor bila mengandung adegan eksplisit.
Sensor bukan hal baru. Sejak era film 1950-an, sensor sudah digunakan untuk mengaburkan bagian tubuh dalam film.
Ketika industri JAV muncul di tahun 80-an, aturan ini otomatis ikut diterapkan.
Ada lembaga seperti Eirin (untuk film bioskop) dan NEVA atau JVPSA (untuk industri JAV) yang bertugas memastikan setiap video mematuhi standar sensor.
Mereka menentukan tingkat mosaik, area yang harus disensor, dan izin edar video.
Bagian genital pria dan wanita wajib ditutup menggunakan efek mosaik sebelum video dirilis.
Contoh: Studio besar seperti S1 atau Moodyz tidak bisa merilis film sebelum lolos pemeriksaan lembaga sensor.
Dulu, sensor dilakukan secara manual frame per frame—memakan waktu lama.
Kini, teknologi AI mosaik digunakan agar hasilnya lebih halus dan realistis.
Contoh: Studio modern kini memakai sensor adaptif yang mengikuti gerakan kamera dan tubuh aktor dengan akurasi tinggi.
Sebagian video tanpa sensor diproduksi di luar Jepang, agar tidak melanggar hukum domestik.
Contoh: Banyak dirilis lewat platform seperti FC2 atau situs independen luar negeri.
Beberapa tahun lalu, industri JAV sempat diguncang oleh kebocoran data besar-besaran.
Contoh: Pada tahun 2019, ribuan video “raw file” tanpa sensor bocor ke publik akibat pencurian data internal.
Versi tanpa sensor sering kali beredar lewat torrent atau situs streaming ilegal, yang tentunya berisiko secara hukum dan keamanan.
Banyak sutradara dan artis JAV akhirnya lebih menonjolkan cerita, ekspresi, dan sinematografi karena terbatasnya ruang eksplisit.
Contoh: Studio SOD terkenal dengan seri berbasis cerita yang fokus pada interaksi dan akting pemain.
Bagi penonton Jepang, mosaik sudah menjadi bagian dari budaya tontonan.
Namun penonton luar negeri sering merasa penasaran atau mencari versi tanpa sensor karena dianggap “lebih realistis.”
Generasi muda Jepang mulai lebih terbuka terhadap isu seksualitas.
Namun, meski diskusi soal “sensor perlu atau tidak” makin ramai, perubahan hukum tidak semudah itu.
Pasal 175 KUHP Jepang masih berlaku kuat, dan perubahan terhadapnya dianggap tabu oleh sebagian besar masyarakat.
Beberapa platform independen kini mulai bereksperimen dengan semi-sensor, atau merilis versi luar negeri tanpa mosaik untuk penonton global.